Aku ingin berada di ujung penantian, berbalut momen sakral bernama pernikahan yang dimulai dengan akad, dengan mahar bukan materi yang berlimpah, namun cukuplah seperangkat alat sholat dan sebuah Al Quran yang nanti kan ku tagih pertanggung jawabannya, serta sebuahhafalan surah Al Quran yang ku dengar lantunannya ..
*****
Sudah 3 tahun sejak kepergiannya, aku masih disini. Entah apa yang aku harapkan. Kepastian?? Bukankah diriku sendiri yang menolak untuk menunggunya??
Bismillahirrahmanirrahiim. Allah,permudahkan urusanku.
Ku lihat bunda di dapur yang tengah berkutat dengan masakannya. Ku hampiri beliau untuk membantunya.
“Hmm..bunda bikin apa sih?kok wangi banget masakannya?”,ucapku seraya mengendus aroma yang menguar dari dalam panci.
“Bunda lagi bikin sayur sop spesial untuk kakakmu, Pram”
Aku mengerutkan dahi, “Mas Pram? Memangnya dia mau pulang? Orang sibuk kayak dia mana inget sama rumah sih bun?”
“Siapa yang bilang aku tak ingat rumah,hmm?Bahkan aku merindukan masakan bundaku sendiri”,jawab sebuah suara yang mengagetkanku.
“itu..hmm..itu..”,jawabku gugup
“itu apa hmm?dasar kamu tuh,dari dulu ga pernah berubah,asal ucap aja”,ujar Mas Pram sambil mencubit pipiku.
“Aduhh..Mas Pram mah,jangan dicubit.sakit tau.nanti kalo pipiku tambah tembem gimana?”, ujarku tak terima sambil ku cubit tangannya.
“Sudah..sudah..kalian ini,ga inget umur apa?masih aja suka bertengkar.Lea,bantu Bunda nduk siapin makanan”Bunda berusaha melerai sebelum adegan Tom n Jerry berlangsung.
“Kamu sampai sini jam berapa Pram?”,ujar Ayahku yang baru pulang dari kantor.
Mas Pram dan aku menyalami tangan Ayah.”Pram baru nyampe kok Yah”
“Ya sudah,kalau begitu kita makan dulu,ga enak kalo keburu dingin nanti”Bundaku berujar.
Disinilah kami berempat. Aku, bunda, ayah dan Mas Pram duduk di ruang makan menikmati masakan Bunda yang menurutku masakannya tak kalah oleh chef resto terkenal sekali pun.
Ku lirik ayah, bunda dan Mas Pram. Terlihat sekali mereka menikmati makanan mereka.
Aku membuka percakapan “Ayah, Bunda dan Mas Pram,nanti sehabis makan,ada yang mau Lea sampaikan”
“Ada apaan sih Dek? Biasanya juga asal ucap aja walaupun lagi makan juga. Sok serius kamu Dek” ucap Mas Pram membuatku sebal.
“Ayah,tuh liat kelakuan anak kebanggaan Ayah, nyebelin banget sih. Lea beneran serius tau. Tunggu aja sampe selesai makan” aku mengadu pada Ayah. Sedangkan Ayah dan Bunda hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak-anaknya.
“Nah, kita udah selesai makannya,kamu mau ngomong apa Le?”tanya Ayah.
Ku lirik Mas Pram. Dia seperti orang yang sedang gelisah.
“Ga jadi Yah.Lea keburu lupa.hehehe.Mas Pram kayaknya ada yang mau diomongin ya?” tebakku sekenanya.
Mas Pram hanya tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang aku yakin bukan karna gatal.
“Pram”,tegur Bundaku sambil tersenyum
“Ayah, Bunda, Pram mau minta izin kalian untuk menikah. Pram tahu ini mendadak banget, tapi Pram udah ga bisa nunda ini lagi”
“Kamu ga lagi hamilin anak orang kan Pram?”,ujar Ayahku tegas
“Ya ampun Ayah, pastilah Mas Pram hamilin anak orang, masa anak gorilla” jawabku asal.
Mas Pram langsung tersendak mendengar penuturanku. Ku lihat Ayah mendelikkan matanya ke arah Mas Pram.
“Oke..oke..maksud aku, ya pastilah Mas Pram hamilin anak orang, tapi nanti, hamilin istrinya”aku meralat ucapanku yang pertama.
Mas Pram menatapku jengah. Dia sudah terlalu sering menerima perlakuan ajaibku.
“Loh, kenapa? Bener kan yang aku bilang tadi?” jawabku sekenanya, sambil mengedipkan kedua mataku menatap Bunda.
“Ya bener sih, tapi rangkaian kata-katamu itu yang bisa bikin orang salah paham Dek.Lagian kamu sekolah tinggi-tinggi, rangkaian katanya masih aja belepotan”ujar Mas Pram membenarkan.
Ayah dan Bunda hanya menghela nafas.
“Trus, kamu mau nikah sama siapa Cah Bagus, wong bunda aja ga pernah liat kamu bawa perempuan ke rumah”
“Lea tau bun orangnya”, jawab Mas Pram.
Kini giliranku yang tersendak minuman, aku menatap Mas Pram “Mas, jangan bilang ....”
Mas Pram tersenyum “Iya, Le, Mas ingin menikah sama Alifa”
*to be continue

